Mengenal Lebih Jauh tentang Masjid Agung Bandung
MASJID RAYA BANDUNG
Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat, yang dulu dikenal dengan nama Masjid
Agung Bandung adalah masjid yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Status masjid ini adalah sebagai masjid
provinsi bagi Jawa Barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810, dan sejak
didirikannya, Masjid Agung telah mengalami delapan kali perombakan pada abad
ke-19, kemudian lima kali pada abad 20 sampai akhirnya direnovasi lagi pada
tahun 2001 sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan
oleh Gubernur Jabar saat itu, H.R. Nuriana. Masjid baru ini, yang bercorak Arab,
menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak khas Sunda.
Masjid
Raya Bandung, seperti yang kita lihat sekarang, terdapat dua menara kembar di
sisi kiri dan kanan masjid setinggi 81 meter yang selalu dibuka untuk umum
setiap hari Sabtu dan Minggu. Atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu
kubah besar pada atap tengah dan yang lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid
serta dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi. Kini luas tanah
keseluruhan masjid adalah 23.448 m² dengan luas bangunan 8.575 m² dan dapat
menampung sekitar 13.000 jamaah.
Lokasi Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung berada di Alun-alun Bandung dekat ruas Jalan Asia-Afrika, pusat Kota Bandung.
Lokasinya yang berada di pusat kota membuatnya begitu mudah untuk ditemukan.
Tak jauh dari masjid ini, di ruas jalan yang sama berdiri megah Gedung Merdeka dan Hotel Preanger, dua bangunan yang begitu lekat dengan sejarah Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Ruas jalan antara Hotel Savoy Homann dan Gedung Asia-Afrika ini menjadi saksi bisu
perjalanan para pemimpin negara negara Asia Afrika yang berjalan kaki dari
Hotel Homman tempat mereka menginap ke lokasi konfrensi di Gedung Asia Afrika
termasuk untuk sholat di Masjid Agung Bandung dan sebaliknya.
Sejarah
Masjid Raya Bandung Jawa Barat
Masjid Raya Bandung Jawa Barat
sebelumnya bernama Masjid Agung didirikan pertama kali pada tahun 1812.
Masjid Agung Bandung dibangun bersamaan dengan dipindahkannya pusat kota
Bandung dari Krapyak, sekitar sepuluh kilometer selatan kota Bandung ke pusat
kota sekarang. Masjid ini pada awalnya dibangun dengan bentuk bangunan panggung
tradisional yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap
rumbia dan dilengkapi sebuah kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhlu.
Air kolam ini berfungsi juga sebagai sumber air untuk memadamkan kebakaran yang
terjadi di daerah Alun-Alun Bandung pada
tahun 1825.[1]
Setahun setelah kebakaran, pada
tahun 1826 dilakukan perombakkan terhadap
bangunan masjid dengan mengganti dinding bilik bambu serta atapnya dengan bahan
dari kayu. Perombakan dilakukan lagi tahun 1850 seiring pembangunan Jalan Groote
Postweg (kini Jalan Asia Afrika). Masjid kecil tersebut mengalami
perombakkan dan perluasan atas instruksi Bupati R.A Wiranatakusumah IV atap
masjid diganti dengan genteng sedangkan didingnya diganti dengan tembok
batu-bata.
Ilustrasi Mesjid Agung
Bandung oleh W. Spreat 1852 dalam buku De Zieke Reiziger
Kemegahan Masjid Agung Bandung waktu itu
sampai-sampai di-abadikan dalam lukisan pelukis Inggris bernama W Spreat pada
tahun 1852. Dari lukisan tersebut, terlihat atap limas besar bersusun tiga
tinggi menjulang dan mayarakat menyebutnya dengan sebutan bale
nyungcung. Kemudian bangunan masjid kembali mengalami perubahan pada tahun
1875 dengan penambahan pondasi dan pagar tembok yang mengelilingi masjid.[2]
Seiring perkembangan zaman, masyarakat
Bandung menjadikan masjid ini sebagai pusat kegiatan keagamaan yang melibatkan
banyak umat seperti pengajian, perayaan Muludan, Rajaban atau peringatan hari besar
Islam lain bahkan digunakan sebagai tempat dilangsungkan akad nikah. Sehingga
pada tahun 1900 untuk melengkapinya sejumlah perubahan pun dilakukan seperti
pembuatan mihrab dan pawestren (teras di samping kiri dan kanan).
Kemudian pada tahun 1930, perombakan
kembali dilakukan dengan membangun pendopo sebagai teras masjid serta
pembangunan dua buah menara pada kiri dan kanan bangunan dengan puncak menara
yang berbentuk persis seperti bentuk atap masjid sehingga semakin mempercatik
tampilan masjid. Konon bentuk seperti ini merupakan bentuk terakhir Masjid
Agung Bandung dengan kekhasan atap berbentuk nyungcung.
Masjid Agung Bandung
dan Alun-alun Bandung tahun 1955-1970
Menjelang konferensi Asia Afrika pada
tahun 1955, Masjid Agung Bandung mengalamai perombakan besar-besaran. Atas
rancangan Presiden RI pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami
perubahan total di antaranya kubah dari sebelumnya berbentuk “nyungcung”
menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang.
Selain itu menara di kiri dan kanan
masjid serta pawestren berikut teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid
hanyalah sebuah ruangan besar dengan halaman masjid yang sangat sempit.
Keberadaan Masjid Agung Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk salat para
tamu peserta Konferensi Asia Afrika.
Kubah berbentuk bawang rancangan Sukarno
hanya bertahan sekitar 15 tahun. Setelah mengalami kerusakan akibat tertiup
angin kencang dan pernah diperbaiki pada tahun 1967, kemudian kubah bawang
diganti dengan bentuk bukan bawang lagi pada tahun 1970.
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat tahun
1973, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai
masjid semakin diperluas dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai
tempat wudlu, lantai dasar tempat salat utama dan kantor DKM serta lantai atas
difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar. Di
depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk bulat seperti
bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo.
Perombakan
terakhir 2001
Perubahan
total terjadi lagi pada tahun 2001 merupakan bagian dari rencana penataan ulang
Alun-alun Bandung dalam perencanaan tersebut penataan Masjid Agung dan alun
alun merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan tanpa mengurangi arti alun
alun sebagai ruang terbuka umum.
Proses
pembangunan Masjid Raya Bandung dimulai dengan peletakan batu pertama proses
pembangunan kembali pada tanggal 25 Februari 2001. Keseluruhan proses
pembangunannya memakan waktu selama 829 hari (2 tahun 99 hari) sejak peletakan
batu pertama hingga diresmikan tanggal 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat
H.R. Nuriana. Secara keseluruhan proses pembangunan dan penataan ulang kawasan
alun alun dan masjid Agung Bandung dinyatakan selesai pada tanggal tanggal 13
Januari 2004. Bersamaan dengan pergantian nama dari Masjid Agung Bandung
menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat serta menyandang predikat
sebagai masjid provinsi, namun masyarakat Bandung kebanyakan masih menyebutnya
sebagai Masjid Agung Bandung.
Arsitektur
Masjid Raya Bandung yang kini kita lihat merupakan hasil
rancangan 4 orang perancang kondang dari Bandung masing masing adalah Ir. H.
Keulman, Ir. H. Arie Atmadibrata, Ir. H. Nu’man dan Prof. Dr. Slamet
Wirasonjaya. Rancangan awalnya akan tetap mempertahankan sebagian bangunan lama
Masjid Agung Bandung termasuk jembatan hubung masjid dengan alun alun yang
melintas di atas jalan alun alun barat dan dinding berbentuk sisik ikan di sisi
depan masjid. Satu satunya perubahan pada bangunan lama adalah perubahan bentuk
atap masjid dari bentuk atap limas diganti dengan kubah besar setengah bola
berdiameter 30 meter sekaligus menjadi kubah utama.
Untuk
mengurangi beban, kubah tersebut dibangun dengan konstruksi space frame yang
kemudian ditutup dengan material metal yang dipanaskan dalam suhu sangat
tinggi. Selain satu kubah utama Masjid Raya Bandung dilengkapi lagi dengan dua
kubah yang ukurannya lebih kecil masing masing berdiameter 25 meter diletakkan
di atas bangunan tambahan. Sama seperti kubah utama dua kubah tambahan ini
menggunakan konstruksi space frame namun ditutup dengan material transparan
untuk memberi efek cahaya ke dalam masjid.
Bangunan
tambahan didirikan di atas lahan yang sebelumnya merupakan ruas jalan alun alun
barat di depan masjid. Bangunan tambahan ini dilengkapi dengan sepasang menara
(rencananya setinggi 99 meter) namun kemudian dikurangi menjadi
81 meter saja, terkait dengan keselamatan penerbangan sebagaimana masukan dari
pengelola Bandara Husein Sastranegara – Bandung. Saat ini, dua menara kembar
yang mengapit bangunan utama masjid dapat dinaiki pengunjung. Di lantai paling
atas, lantai 19, pengunjung dapat menikmati pemandangan 360 derajat kota
Bandung
Sementara
itu halaman depan masjid yang dirombak. Parkir kendaraan ditempatkan di
basement sementara bagian atasnya adalah taman, sebuah area publik tempat
masyarakat berkumpul. Ini adalah salah satu upaya pemkot mengembalikan nilai
Alun-alun seperti dahulu kala. Ruang bawah tanah untuk tempat parkir itu juga
semula direncanakan untuk menampung para pedagang jalanan (PKL).
Tampilan interior
Bagian dalam masjid ini terdapat dua
bagian, yaitu :
·
Ruang dalam bagian depan yang cukup luas dan
·
Ruang sholat utama.
Ruang Dalam Bagian Depan masjid ini
digunakan sebagai aula untuk acara pengajian, pernikahan dan tentu saja untuk
istirahat warga yang kebetulan singgah di situ. Ruang ini juga digunakan untuk
sholat bagi mereka yang enggan untuk ke ruang sholat utama yang berada di ruang
terpisah. Ruang Sholat Utama berada di ruang terpisah dari ruang dalam bagian
depan. Di antara kedua ruang ini dihubungkan dengan jembatan yang di bawahnya
terdapat ruang wudlu (selain ruang wudlu bagian luar). Ruang sholat utama ini
memiliki ruang yang luas dan berlantai dua.
Interior bangunan tambahan ini dirancang
dengan ornamen ukiran Islami dengan mengutamakan seni budaya Islami tatar
sunda. Selain itu Masjid Raya Bandung dilengkapi dengan dua lantai basement
yang dibagian atasnya tetap dipertahankan sebagai ruang terbuka untuk publik.
Bagian atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap
tengah dan kubah lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid, dinding masjid
terbuat dari batu alam kualitas tinggi.
Wisata Masjid Raya Bandung
Wisata Masjid Raya Bandung
Sahabat traveler’s, seperti yang sudah
saya singgung di atas bahwa tempat peribadahan umat islam yang ada di kota
bandung ini, saat ini fungsinya selain sebagai sarana ibadah khususnya sholat 5
waktu, pengajian rutin hingga acara-acara syiar islam dan perayaan hari besar
umat islam, juga saat ini telah menjadi salah satu tempat wisata rohani dan
religi yang ada di kota Bandung.
Pengunjung yang datang ke Masjid Raya
Bandung ini selalau ramai, tidak hanya di waktu siang saja, di malam hari pun
aktifitas di luar dan dalam mesjid agung selalu ramai dengan dipadati
pengunjung.Hal ini semakin didukung, setelah beberapa waktu yang lalu di tangan
walikota bandung kang emil, wajah teras mesjid raya ini, terutama kawasan
alun-alun kota bandung, pelatarannya diubah dengan dipasang rumput sintesis
yang sangat indah.
Jadi anda bisa bayangkan, bagaimana
asyiknya jika kita berkunjung ke mesjid agung bandung ini. Setelah seharian anda
bersama keluarga bermain-main di alaun-alun bandung terutama bermain di atas
rumput sintesis masjid Raya Bandung yang empuk itu, ketika tiba sholat 5 waktu
anda bisa langsung bergegas menuju mesjid untuk sholat berjamaah tepat waktu,
karena tidak usah khawatir kehabisan shap sholat, karena bangunan mesjid agung
bandung ini sangat luas.
Yang tidak kalah serunya adalah, jika
anda ingin melihat hamparan kota Bandung yang sangat luas dan indah terlebih di
malam hari dengan segala gemerlap lampu-lampu kotanya yang menyala , maka
segeralah anda naik ke menara mesjid agung ini. Dengan menggunakan lift yang
akan membawa anda dari bawah ke atas puncak menara mesjid setara lantai 19 ini,
dengan waktu izin melihat hanya 15 menit /orang, maka nikmatilah pemandangan
kota bandung dan sekitarnya, seperti gunung tangkuban perahu sangat
terlihat jelas dari sini.
Biaya Tiket Masuk Menara Mesjid Raya Bandung
§
Dewasa : Rp.5.000/orang
§
Anak-anak : Rp.3.000/orang
mohon maaf ini adalah blog pertama saya, jadi masih banyak kekurangan
BalasHapusbagi yg ingin memberi kritik dan saran akan saya terima dengan lapnag dada thank
Alhamdulillah, dengan ini saya lebih nambah wawasan tolong tambah lagi sejarahnya agar saya dapat menambah banyak wawasan
BalasHapus